Jakarta (ANTARA) – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia (Mirae Asset) menilai saham emiten emas dapat menjadi pilihan trading jangka pendek di tengah potensi penguatan harga komoditas emas global.

Research Analyst Mirae Asset Farras Farhan menyatakan optimis harga logam mulia masih dapat menguat dalam waktu dekat seiring dengan ketidakpastian geopolitik dan makroekonomi yang meningkat di tingkat global.

“Kami masih optimis harga emas masih bisa menguat hingga 3.500 dolar AS per troy ounce dalam jangka pendek, yaitu pada periode 1-3 bulan ke depan, karena ketidakpastian globalnya masih tinggi. Untuk itu, saham-saham emiten terkait emas bisa jadi pilihan trading jangka pendek,” ujar Farras dalam Media Day: June 2025 by Mirae Asset di Jakarta, Kamis.

Harga komoditas emas global pada penutupan kemarin berada pada kisaran 3.340 dolar AS per troy ounce. Dibanding posisi akhir 2024 dari kisaran 2.620 dolar AS per troy ounce, harganya sudah mengalami lonjakan signifikan yaitu lebih dari 27 persen.

Farras menambahkan bahwa potensi kenaikan harga tersebut masih dapat terjadi seiring dengan prediksi rata-rata harga emas tahunan yang diprediksi dapat mencapai 3.100 dolar AS per troy ounce, sedangkan sejak awal tahun rata-rata harga emas masih di bawah 3.000 dolar AS per troy ounce.

Dengan demikian, harga emas diprediksi masih dapat menguat tahun ini.

“Bulan depan patut diingat juga ada momentum 90 hari masa suspensi tarif dagang Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan perdagangan dan politiknya. Selain itu, permintaan emas juga diprediksi akan naik menjelang perayaan Diwali di India pada Oktober yang biasanya turut mendongkrak harga emas global,” jelasnya.

Meski diprediksi naik dalam waktu dekat, dia menjelaskan bahwa harga emas diprediksi akan melemah pada akhir tahun ini terkait dengan tambahan suplai produksi dari Australia dan penurunan permintaan emas dunia.

Pada kesempatan yang sama, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menambahkan bahwa risiko geopolitik dan makroekonomi global masih menjadi pendorong utama harga emas dunia sejak awal tahun.

Sebagai instrumen safe have, harga emas akan kembali naik jika kondisi global diliputi ketidakpastian atau bahkan jika terjadi sentimen negatif.

Terkait dengan tarif dagang Trump, dia memprediksi pasar baru akan bereaksi jika keputusan tarif tersebut jauh di atas atau jauh di bawah acuan tarif yang sudah diwacanakan.

“Kalau nanti keputusan tarif impor barang China ke AS jauh dari rencana awal 30 persen dan sebaliknya tarif impor AS ke China 10 persen, maka baru akan ada perubahan di prediksi ekonomi dan pasar keuangan. Pelaku pasar global sudah mengantisipasi level 30-10 persen tersebut,” tuturnya.

Setelah tensi Perang Dagang semakin mereda sejak dua bulan terakhir yang ditandai melemahnya nilai tukar dolar AS (DXY) dan harga komoditas, dia mengatakan terjadi aksi jual bersih investor asing pada pasar saham Indonesia.

Hal itu ditandai adanya aliran dana asing keluar (foreign capital ouflow) di pekan pertama Juni dengan nilai setara Rp4,7 triliun terutama dari saham bank-bank besar.

Ditemui di acara yang sama, Direktur PT Bumi Resouces Minerals Tbk (BRMS) Herwin Hidayat mengatakan prospek cerah harga emas masih dapat menguntungkan emiten terkait emas, salah satunya perusahaan yang dia pimpin.

Tahun depan harga emas diprediksi masih dapat menguat lagi seiring dengan permintaan emas dari publik yang tinggi di tengah ketidakpastian global.

“Untuk BRMS, setiap kenaikan harga emas dapat membuat kinerja keuangan lebih positif, bersama dengan faktor lain yaitu peningkatan kapasitas produksi. Kami menargetkan produksi emas tahun ini naik menjadi 70.000-75.000 troy ounce dari 64.983 troy ounce pada 2024,” terangnya.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025