Jakarta (ANTARA) – Pelaku pasar aset kripto di dalam negeri menyatakan meskipun Bitcoin terkoreksi menembus di bawah 99.000 dolar AS namun potensi pemulihannya tetap terbuka.

Vice President Indodax, Antony Kusuma menyebutkan harga Bitcoin kembali terkoreksi dan sempat jatuh di bawah level psikologis 99.000 dolar AS di tengah meningkatnya eskalasi geopolitik menyusul serangan udara Amerika Serikat ke fasilitas nuklir utama Iran.

Koreksi tersebut, lanjutnya menandai level terendah Bitcoin sejak 9 Mei 2025 dan memicu gelombang penurunan lebih luas di pasar aset digital global.

“Saat ini adalah momen yang menuntut kewaspadaan, strategi, dan pemahaman jangka panjang terhadap aset kripto,” ujar dalam pernyataannya di Jakarta, Senin.

Dia menilai pelemahan harga Bitcoin kali ini bukan semata disebabkan oleh faktor teknikal, melainkan karena sentimen risiko makro yang semakin kuat.

Menurut dia pasar kripto saat ini sangat sensitif terhadap berita geopolitik yang menimbulkan ketidakpastian. Respons pasar terhadap serangan AS ke Iran menunjukan bahwa Bitcoin, meski kerap dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetap dipandang sebagai aset berisiko oleh sebagian investor.

Ia menambahkan bahwa sejak kabar kemungkinan serangan ini muncul minggu lalu, pelaku pasar sudah mulai mengurangi eksposurnya terhadap aset kripto, hal itu tercermin dari menurunnya arus masuk ke ETF spot Bitcoin secara signifikan menjelang akhir pekan.

Data menunjukkan bahwa arus masuk ke ETF spot Bitcoin dari Senin hingga Rabu pekan lalu mencapai lebih dari 1 miliar dolar AS, namun, pada Kamis tidak ada pergerakan net, dan pada Jumat hanya tercatat 6,4 juta dolar AS.

Menurut dia, kelesuan ini mencerminkan sikap wait and see pelaku institusi terhadap keputusan strategis pemerintahan AS.

Dia menambahkan fenomena ini perlu menjadi catatan penting bagi investor retail. Mereka perlu memahami bahwa volatilitas tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari investasi di kripto.

"Namun, koreksi tajam seperti ini tidak selalu berarti ancaman. Justru, bagi investor berpengalaman, ini bisa menjadi kesempatan untuk masuk pada valuasi yang lebih menarik," tuturnya.

Antony menyatakan sejak halving Bitcoin pada April 2024, pasar masih berada dalam tren siklus naik yang historisnya berlangsung 12 hingga 18 bulan setelah halving, diprediksikan potensi harga Bitcoin untuk naik tetap terbuka.

"Meskipun tekanan saat ini berat, fondasi fundamental Bitcoin masih sangat kuat, terutama dengan terbatasnya suplai dan semakin meningkatnya penerimaan institusi. Ini hanya bagian dari dinamika jangka pendek yang selalu hadir dalam siklus kripto,” katanya.

Dengan mengamati dinamika geopolitik yang terjadi dan potensi suku bunga AS dalam beberapa bulan ke depan, para investor disarankan untuk tetap waspada namun tidak panik.

Pewarta: Subagyo
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.